Saturday, August 27, 2011

In memoriam of Livia, Rest in Peace

Pada waktu itu orang menceritakan kepada Yesus mengenai beberapa orang Galilea yang dibunuh Pilatus, ketika mereka sedang mempersembahkan kurban kepada Allah. Menanggapi cerita itu, Yesus berkata, “Karena orang-orang Galilea itu dibunuh seperti itu, kalian kira itu buktinya mereka lebih berdosa daripada semua orang Galilea yang lain? Sama sekali tidak! Tetapi ingatlah: kalau kalian tidak bertobat dari dosa-dosamu, kalian semua akan mati juga, seperti mereka. Bagaimanakah juga dengan delapan belas orang yang tewas di Siloam, ketika menara itu menimpa mereka? Kalian kira itu menunjukkan mereka lebih berdosa daripada semua orang-orang lain yang tinggal di Yerusalem? Sama sekali tidak! Sekali lagi Kukatakan: Kalau kalian tidak bertobat dari dosa-dosamu, kalian semua akan mati juga seperti mereka.” (LUKAS 13:1-5 BIMK)

Kisah tragis nun jauh di Jakarta. Tidak ada seorang pun yang mau mengalami kemalangan atau kecelakaan. Banyak kali setiap ada kemalangan, reaksi yang muncul : mengapa TUHAN membiarkan? Atau dosa apa yang yang telah diperbuat oleh yang tertimpa kemalangan sehingga TUHAN membiarkan kemalangan? Inti keduanya adalah mempertanyakan TUHAN!

Apakah patut aku mempertanyakan TUHAN?

Ada tertulis : TUHAN tidak lambat memberikan apa yang telah dijanjikan-Nya walaupun ada yang menyangka demikian. Sebaliknya, Ia sabar terhadapmu, sebab Ia tidak mau seorang pun binasa. Ia ingin supaya semua orang bertobat dari dosa-dosanya. (2 PETRUS 3:9 BIMK)

Doaku untuk keselamatan jiwamu, Kerahiman TUHAN bersama rohmu selama-lamanya.
You expired, Jesus, but the source of life gushed forth for souls (especially for Livia), and the ocean of mercy opened up for the whole world. O Fount of Life, unfathomable Divine Mercy, envelop the whole world and empty Yourself out upon us. Jezu ufam tobie.

Tuesday, August 23, 2011

EL Shaddai : GOD Alimighty

GOD FATHER, we as human put our abilities and knowledges above YOUR Wisdom ; YOU grant me wisdom to understand nothing is certain in this world, nothing but YOU Alone.

I attended a seminar today, it very well organized and I was overwhelmed by the preparation, the speakers, the material ; almost everything as a professional in business environment can see. Personally it was good to see that still many people (at least those who were in the seminar) have optimistic attitude towards the world's volatility. I was fortunate enough able to attend the seminar today and to be blessed by GOD's wisdom to understand beside all the technologies, the human knowledges and experiences, there are things beyond our power which they (we) call as uncertainty.

Before money exist in daily lives, I believe all were more simple and perhaps more meaningful (at least from my opinion).

Throughout human history, so many people, civilizations, kingdoms, nations rise and fall. So many events recorded (and unrecorded) were happened beyond anybody control, yet people still so confidence on they own knowledges and capabilities.

My perspective about life is very simple, perhaps because i look at it from what I believe, which there is GOD. We human have ability to understand that there must be something after death, and at the same level to understand the meaning to be born and live our life here in this world. It will be a pity if we think that's it, after death all will be finished.

To believe that there is GOD, will make huge different on how we live our life, it is my personal reflection base on my own life.

This note is to share what I believe, that beyond all human knowledges, wisdoms, skills, abilities ; there are some things belong to GOD Almighty to manage.

Immanuel!

Friday, August 19, 2011

"THE MERCIFUL DIVINE : I AM THAT I AM"

Through Jesus Christ, my Lord, YOUR Son i believe YOU.
As through Him, with Him and in Him i may know YOU, THE FATHER of all living things.
As YOU are THE TRUE GOD who make YOURSELF known to Adam, Abraham, Moses, David, Jesus and all Whom YOUR Favour reigns.

As now the world is in the mess which YOU allow it to happens, i turn to YOU "THE MERCIFUL DIVINE : I AM THAT I AM" ; return to YOUR Heart full of compassion and mercy.

I am honoured to know YOU through Jesus Christ, YOUR Favour Son, my Lord.
By YOUR True Love which i know, feel and adore i have been called to YOUR Path in Christ. I have been called to follow His Way as He is The Way and The Truth and The Life. No one comes to YOU THE FATHER except through Him.

Thanks, Praise and Honour be to YOU ; not by might not by power but by The Holy Spirit, YOU guide me and grant me understanding of YOU ARE THE ONLY GOD no other god beside YOU.

My mind, heart and spirit in prayer be with brothers and sisters of Israelites, Arab, Christian and Muslim.

May THE PEACE from OUR GOD be with us always.
Shalom aleikhem
As-Salamu Alaykum

Pax Christi, Jezu Ufam Tobie.

Tuesday, August 16, 2011

Segenggam Garam

Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.

” Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?” pinta Sang Guru.

“Asin dan pahit, pahit sekali,” jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil.

Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, “Coba, ambil air dari telagaini, dan minumlah.”

Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar,” sahut pemuda itu.

“Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?” tanya Sang Guru.

“Tidak,” jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.

“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu.”

“Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan. Hati yang seluas dunia!”

Keduanya beranjak pulang. Sang Guru masih menyimpan “segenggam garam” untuk orang-orang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.

sharing from http://bundapenolongabadi.blogspot.com/